Sabtu, 27 Februari 2016

[Giveaway] Penulis Cerdas, Menulis Untuk Kebaikan dan Kemaslahatan Bersama

"Dengan nikmat berfikir dariNya, menulislah untuk kebaikan dan pengingat raga. Tak ada yang sempurna dari seorang hamba, dengan membaca tulisan bermakna. Semoga paham dan kerjakan semua perintah dan larangan dariNya"

Menulis tak lepas dari sebuah kegiatan membaca. Dan membaca pasti akan membutuhkan buku sebagai media untuk dibaca. Aktivitas membaca adalah kegiatan utama  seorang anak yang  masuk ke jenjang pendidikan dasar, baik yang formal (sekolah) maupun non formal (TPQ, les berenang, les memanah, dll). Membaca akan menambah pengetahuan dan ilmu baru. Dari membaca akan muncul  sebuah pemahaman dan perintah atau larangan untuk mengerjakan sesuatu.

Dengan membaca akan ada dorongan untuk menulis, itulah pengalaman saya. Mulai dari menulis di catatan harian sampai di era digital ini, menulis di blog/web pribadi.

Membaca dan menulis di Indonesia bukan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakatnya, sangat berbeda dengan negara maju (kualitas hidupnya) yang masyarakatnya gemar membaca. Kepala Kantor Perpustakaan Nasional RI, Sri Sularsih mengatakan di negara maju masyarakatnya  membaca buku antara 20 sampai 30 judul buku pertahun. Sementara itu, minat baca masyarakat Indonesia paling banyak hanya tiga judul buku dan itupun masyarakat usia 0-10 tahun. (91 persen penduduk Indonesia tidak suka membaca, Republika 28/10/2015).

Dan yang menarik untuk dijawab, apakah 91 persen penduduk Indonesia yang tidak suka membaca itu adalah saya? Yup, tidak salah. Saya memang termasuk 91 persen penduduk Indonesia yang malas untuk membaca. Adanya portal online dan pesatnya perkembangan gadged  membuat saya malas untuk menyimak dengan tekun buku-buku yang harusnya dibaca. Tulisan-tulisan broadcast yang ditulis dan beredar viral di sosmed memanjakan saya untuk tidak menyentuh buku-buku karena sudah ada yang membaca dan menulis review nya. Hmm, sebuah kebiasaan yang tidak bagus bagi saya sendiri dan masyarakat negeri ini yang ingin seperti negara-negara yang sudah maju.


Budaya membaca dan menulis  merupakan tuntunan bagi seorang muslim. Ayat pertama Al Qur'an diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah perintah untuk membaca.


"Bacalah dengan (menyebut) nama Robb-mu Yang menciptakan " 
[TQS. Al Alaq : 1]

Sebuah buku bisa dibaca karena dihasilkan oleh penulis. Tidak akan ada yang bisa kita baca, tanpa ada buku-buku sebagai bahan bacaan. Secara tidak langsung, perintah membaca dari Allah kepada Rasulullah SAW dan umatnya juga untuk menulis.

"Nuun. Demi pena (qalam) dan apa yang mereka tulis". 

[TQS. Al Qalam : 1]

Al Qur'an dan terjemahan nya  tak lepas dari usaha para shahabat sepeninggal Rasulullah SAW untuk mengumpulkan dan menuliskan dari lembaran-lembaran juga hafalan-hafalan para shahabat. Begitupun dengan hadist Rasulullah SAW yang menjadi tuntunan dan teladan hidup umat Islam. Abu Hurairah adalah shahabat Rasulullah yang selalu mendampingi Beliau semenjak menyatakan diri masuk Islam. Tak bisa terlupakan jasa Abu Hurairah karena banyak meriwayatkan hadist yang didengar maupun dilihatnya langsung dari Rasulullah SAW. Namun, ada seorang shahabat lain yaitu Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash yang mempunyai catatan tentang hadist Rasulullah SAW. Dan Abu Hurairah mengatakan,"Tidak ada satupun dari sahabat Nabi SAW yang lebih banyak (mengumpulkan) hadist dariku kecuali Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash. Karena ia menulis (hadits) sedang aku tidak".


Semangat menulis para shahabat terus menjadi kebiasaan kaum muslimin. Dan mencapai kegemilangan ketika khalifah Harun Al Rasyid dan khalifah Ma'mun (dinasti Abbasiyah) berkuasa. Pada masa itu banyak ulama yang pandai mengajar di majelis-majelis ilmu sekaligus sebagai penulis. Salah satunya, Imam Ath Thabari (224-310 H) yang menulis tafsir Ath-Thabari  sebanyak 24 jilid (sekitar 30.000 halaman) dan tarikh Ath-Thabari sebanyak 8 jilid (3000 halaman). Dan masih banyak lagi para ulama zaman peradaban Islam gemilang berhasil menuliskan karya-karya tulisan yang tujuan nya untuk menyampaikan kebenaran dan mengagungkan Allah di bumi milikNya ini.

Mungkin masih sangat jauh sekali, jika aktifitas saya menulis  dibandingkan dengan para ulama yang sudah terbukti dengan karya-karyanya. Tetapi semangat dan niat para ulama dengan tintanya tersebut, in sya Allah menjadi motivasi bagi saya untuk menulis kebaikan yang bisa dibaca manfaatnya (oleh para pembaca).


Buku-buku  koleksi pribadi

Dalam hal menulis, saya masih perlu banyak belajar. Di era digital menyampaikan sebuah kebenaran dan kebaikan memerlukan kecerdasan dan kepiawaian dalam merangkai kalimat yang pesan nya sarat makna. Menjadi  smart writer, saya perlu belajar dari para penulis yang sudah banyak menulis buku fiksi maupun non fiksi. Mbak Riawani Elyta dan mbak Leyla Hana, adalah penulis buku yang karya-karya  nya sudah saya koleksi dan baca. Buku-buku karya mereka bisa ditemui di etalase toko-toko buku di tanah air. Semoga, saya pun bisa menuliskan tentang kebaikan dan pengingat  nikmat hidupNya dalam sebuah buku, aamiin.







4 komentar:

  1. menajdi penulis tidak hanya asal menulis tapi juga harus memiliki kecerdasan ya mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Santi Dewi...:)
      Apalagi era medsos saat ini, tulisan yang tidak cerdas dan tidak bermanfaat bisa viral kemana-mana...

      Hapus
  2. Tidak hanya mencerdaskan namun juga memberi manfaat.. wah.. bisa dicerna sekali

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...