Sabtu, 11 April 2015

[Cagar Budaya Jawa Tengah] Makam Sunan Muria : Peristirahatan Terakhir Sang Wali, Pengingat Kampung Abadi

"...Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan R. Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau. Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki..."
[Inilah Pidato Lengkap Sultan Pada Pembukaan KUUI-VI, krjogja.com]
Bismillah....
Tak terasa hampir satu dekade saya menapaki jalanan pantura Jawa Tengah menuju rumah mbah nya anak-anak di lereng gunung Muria. Dulu, tak pernah terbayangkan bisa menikmati nikmat iman dan Islam yang tersebar di tanah Jawa ini berkat dakwah para walisongo yang terpusat di tengah nya pulau jawa, yakni di Jawa Tengah bagian utara ini.

Bukan rahasia lagi,  sudah masyur hingga seluruh nusantara bahkan luar negeri, umat Islam yang mayoritas ada di Indonesia ini sangat antusias mengunjungi makam para walisongo. Wisata ziarah ke makam para walisongo adalah perjalanan lahir dan batin dengan tujuan utama adalah semakin mendekatkan diri kepada Sang Illahi, Allah SWT. Perjalanan yang butuh waktu bagi para wisatawan tak akan terasa jika sudah sampai ke tempat makam para walisongo.

Ada tiga makam wali dari sembilan walisongo yang ada di provinsi Jawa Tengah. Makam sunan Kalijaga di kabupaten Demak. Dan makam sunan Kudus dan sunan Muria di kabupaten Kudus. Menurut silsilah, ketiga para walisongo tersebut mempunyai kekerabatan yang sangat dekat. Sunan Kudus dan sunan Muria adalah putra sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah ( putri sunan Ngudung).


Para Walisongo, sebagai seorang dai (ulama) mempunyai syaksiyah Islamiyyah (1) dan nafsiyah Islam (2) yang tinggi. Dengan mayoritas masyarakat yang saat itu masih menganut kepercayaan Hindu, Budha dan animisme. Para walisongo bisa mengajak masyarakat baik dari kalangan rakyat biasa hingga bangsawan dengan sukarela memeluk agama Islam. Masya Allah.

Para Walisongo, masing-masing mempunyai uslub (3) mensyiarkan Islam ke masyarakat pulau Jawa saat itu. Ada yang berdakwah di kalangan bangsawan dan kaum brahmana dan ada juga yang berdakwah di kalangan petani, pedagang, nelayan dan rakyat biasa. Raden Umar Said, putra sunan Kalijaga dikenal terampil  mengolah tanah bercocok tanam, dekat dengan nelayan dan piawai berdagang. Hal tersebut membuat beliau nyaman mensyiarkan ajaran Islam yang kaaffah ke masyarakat golongan bawah.



Raden Umar Said (Sunan Muria)
Foto di ambil di sini
Raden Umar Said, memilih mendidik dan mensyiarkan Islam di daerah gunung yang di kenal oleh masyarakat dengan sebutan Muria. Konon, nama Muria berasal dari nama Moria (bahasa Ibrani) yaitu nama gunung di dekat Yerusalem (Palestina) yang terdapat tempat pengurbanan nabi Ishak as.
Karena tinggal di gunung Muria, nama beliau lebih di kenal dengan sebutan sunan Muria.

Alhamdulillah....
Libur tanggal merah awal bulan April ini, saya sekeluarga masih di berikan nikmat umur dan rizkiNya, sehingga kami bisa silaturahim dengan orang tua di lereng gunung Muria, tepat nya di desa Kajar tetangga dengan desa Colo dimana makam sunan Muria berada.

Rumah mbah nya anak-anak yang tepat di pinggir jalan raya sunan Muria KM 13 tidak pernah sepi di lalui bus-bus antar kota antar provinsi yang membawa rombongan wisatawan religi berziarah ke makam sunan Muria. Walaupun rumah dekat dengan makam sunan Muria, kami jarang berkunjung sampai masuk ke makam kanjeng sunan jika pulang kampung. Kami cukup menikmati pemandangan gunung Muria di desa Colo tanpa masuk ke makam dengan menapaki 432 anak tangga nya atau dengan jalur ekspress, naik ojek tidak perlu capek, hehehe.

Berbeda dengan pulang kampung kali ini, saya mengajak suami untuk pergi ke wisata sunan Muria masuk sampai ke makam kanjeng sunan. Hal yang tidak mudah buat saya, sebagai ibu dari empat amanahNya, apakah saya membawa semua anak-anak atau hanya beberapa yang saya ajak. Alhamdulillah, dua amanahNya sedang menjaga toko bulek nya. Akhirnya, saya dan suami hanya mengajak dua dari empat amanahNya untuk ikut bersama melihat lebih dalam ke areal makam kanjeng Sunan di Colo.

Masya Allah....
Sejak terakhir saya berkunjung ke makam Sunan Muria pada tahun 2006, saat ini sudah banyak perbedaan fasilitas sarana dan prasarana yang  di bangun yayasan pengelola makam sunan Muria. Sebagai perantau yang tidak menetap di desa ini, saya bisa membandingkan bagaimana Pemda setempat dan pengelola serius membangun dan memberikan pelayanan maksimal kepada para wisatawan peziarah di bandingkan dengan daerah  lain yang pernah saya kunjungi.



432 anak tangga yang siap di jejaki langkah para peziarah
Foto koleksi pribadi
Keramahan dan kearifan penduduk lokal sangat terasa di tempat wisata religi ini. Hal ini tentu menguntungkan baik bagi para wisatawan, pengelola, Pemda dan masyarakat desa Colo. Kekhusyukan Ibadah di dapat para wisatawan dan materi yang bisa mensejahterakan masyarakat sekitar makam Sunan Muria pun di peroleh. Tak susah mencari bukti, karena terlihat dari rumah-rumah penduduk yang selalu di bangun karena kebanyakan mereka belanja material bangunan di toko bangunan bapak nya ponakan-ponakan saya, Alhamdulillah wa syukurillah...:)

Pintu masuk ke areal makam kanjeng sunan Muria dari jalur belakang (naik ojeg)
Foto koleksi pribadi
Dan sebagai pengunjung makam kanjeng Sunan yang rumah nya tidak jauh, saya dan suami tidak perlu memarkir kendaraan roda dua ke tempat penitipan, suami cukup menyimpan di dekat rumah yang sudah di kenal nya. Kami perlu membeli kantong kresek lima ratus rupiah saja  sebagai tempat sandal selama kami masuk ke areal makam karena alas kaki harus di lepas.


Aturan dan penunjuk jalan yang jelas di areal makam kanjeng Sunan Muria
Foto koleksi pribadi
Tempat wudlu sebelum naik ke makam kanjeng sunan Muria
Foto koleksi pribadi
Di dalam areal makam, bangunan yang tertata rapi, tanda dan simbol tulisan yang jelas bagi pengunjung, kebersihan yang di jaga serta keramahan para juru tamu membuat saya nyaman dan khusyuk berdoa kepadaNya di tempat peristirahatan kanjeng Sunan ini.
" Dari mana pak...bu?", tanya juru tamu yang umur nya sekitar setengah abad
" Sumenep....", jawab tamu di depan saya.
" Dari mana bu?", tanya juru tamu ke saya
" Kajar...pak", jawab saya
" ouw tonggo piyambak....monggo....", bapak juru tamu tersebut mempersilahkan kami masuk ke dalam.

Makam kanjeng sunan Muria
Foto koleksi pribadi
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billaah...
Tiada daya dan kekuatan selain hanya dari pertolongan Allah SWT....
Begitulah kesan yang saya peroleh dari wisata religi ke makam sunan Muria. Kanjeng sunan Muria pasti  lah memiliki fisik yang kuat karena memilih tempat padepokan untuk mendidik murid-murid nya di gunung Muria yang mempunyai jalur tempuh tidak mudah, karena harus mendaki ke puncak nya. Sedangkan aktivitas kanjeng Sunan yang harus turun gunung bertemu dengan masyarakat untuk syiar Islam tidak pernah berhenti hingga ajal beliau di panggil Sang Illahi.

Jalan menuju masjid sunan Muria
Foto koleksi pribadi
Jalan menuju makam kerabat kanjeng sunan Muria
Foto koleksi pribadi
Dan tentu selalu akan  menjadi pengingat bagi para wisatawan peziarah makam kanjeng sunan Muria tentang makna arti hidup di bumiNya yang fana (sementara), yang tersurat lewat tembang Sinom yang di ciptakan oleh kanjeng sunan.
Nulodho laku utomo
Tumrape wong tanah Jawi
Wong agung ing ngeksi ganda
Panembahan Senopati kapati amarsudi
Sudaning hawa lan nepsu
Pinepsu ing tapa bronto
Tanapi ing siyang ratri
Amemangun Karya nak tyas ing sesama

Artinya (kurang lebih) adalah pesan kanjeng sunan Muria untuk meneladani sikap dan cara hidup Panembahan Senopati, Sultan pertama kerajaan Mataram yang selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, Allah SWT dan berbuat baik kepada semua rakyat nya.

Juga dalam tembang kinanti  yang di ciptakan oleh kanjeng sunan Muria.
Podho gulangen ing kalbu
Ing sasmito amrih lantip
Aja pijer mangan nendra
Kaprawiran den kaesti
Pasunen sarironiro
Sudanen dhahar lan guling

Artinya (kurang lebih) adalah pesan kanjeng sunan Muria untuk melatih menjaga hati yang bersih, selalu belajar menjadi insan kamil (4), jangan sampai bermalas-malasan, harus semangat menjalani nikmat hidupNya dan mengurangi makan  serta tidur.


Lorong menuju pintu keluar  makam kanjeng sunan Muria yang bersih
dengan view kios-kios suvenir yang tertata rapi
Foto koleksi pribadi
Dan sebagai penutup tulisan ....
Saya berharap tempat peristirahatan terakhir kanjeng sunan Muria ini selalu di  rawat dan di jaga sarana  prasarana nya, sehingga tetap membuat nyaman para wisatawan peziarah dari seluruh nusantara dan luar negeri. Hal tersebut adalah sebuah amanah yang mulia dan mendatangkan berkahNya bagi pengelola dan juga Pemda setempat (Kabupaten Kudus).

Bagi para peziarah, dengan mengunjungi makam kanjeng sunan Muria, hendak nya kita selalu ingat bahwa hidup dan ber-ikhtiar mencari dunia sekuat dan sebanyak apapun, kita tidak akan selama nya hidup di alam fanaNya ini.
Sebagai hambaNya  seharusnya kita sudah bisa menjawab tiga pertanyaan besar dalam menjalani nikmat hidupNya ini.
# Dari mana kita hidup?
# Untuk apa kita hidup?

# Dan akan kemana setelah kita hidup?
Semua jawaban dari pertanyaan besar dan mendasar manusia tersebut adalah Allah SWT.
Nikmat hidupNya berasal dari Allah SWT, selama hidup harus sesuai dan menjalankan syariatNya, dan pasti kita tidak akan selamanya di dunia fanaNya, kembali ke kampung abadi ke sisi Sang illahi, Allah SWT Yang Maha Memiliki.

Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” 

(HR. Ibnu Maajah no.1569)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.”
                                    (HR Muslim dari Abu Buraidah)



Catatan kaki :
(1) Syaksiyyah Islam = Kepribadian seorang muslim yang terlihat dari pola pikir (aqliyyah) dan pola sikap (nafsiyah) nya sesuai dengan ajaran Islam yang kaaffah.
(2) Nafsiyah Islam = pola sikap seorang muslim yang tercermin dari keseharian nya yang mempunyai akhlak yang baik di masyarakat.
(3) Uslub = jalan ; bisa juga cara yang di tempuh 
(4) 
Insan Kamil = manusia yang sempurna 

Bahan Bacaan :
1. Wikipedia
2. krjogja.com. Inilah Pidato lengkap Sultan pada Pembukaan KUII-VI.

3. kompas.com. Senandung Sinom dan Kinanti Sunan Muria.
4. muriastudies.umk.ac.id
 






4 komentar:

  1. Terima kasih bunda sudah mengingatkankembali :)

    BalasHapus
  2. wah itu tempat makam nya seperti tmpat makamnya sunan giri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oia....saya belum pernah ke makam Sunan Giri

      Jadi pengen ziarah juga ke makam Sunan Giri

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...